---- SELAMAT BERKUNJUNG DI BLOG INI----

Rahasia Sebuah Nama

Oleh : Eman Sulaiman

Beberapa waktu lalu, saya melihat seorang teman kantor yang sedang hamil membuka-buka internet (nge-browsing). Selama ini jarang sekali saya melihat dia bermain-main dengan internet. “Wah, tumben nih buka-buka internet, cari apaan?,” tanya saya. “Ini Kang, saya sedang cari nama-nama bayi untuk anak saya!,” jawabnya sambil tersenyum. “Udah dapat?,” tanya saya lagi. “Teu acan aya nu cocok, (belum ada yang cocok),” jawabnya. Setelah itu saya memberi tahu si Teteh teman saya tadi beberapa referensi tentang nama-nama anak!

Nama. Inilah satu kata yang selalu dimiliki setiap benda. Ia adalah simbol atau identitas di mana manusia dapat mengidentifikasikan objek-objek yang ada di sekitarnya. Dengan nama pula, seseorang dapat membedakan suatu benda dengan benda lainnya, atau antara dirinya dengan hal-hal yang bukan dirinya.

Dalam sebuah nama terkandung sekumpulan informasi tentang identitas orang yang memilikinya, entah itu jenis kelamin (gender), suku bangsa, kepribadian, agama, latar belakang keluarga, pandangan hidup, status sosial, budaya, dan lainnya. Walau tidak mencakup semua informasi ini, sebuah nama pasti mengandung minimal sebuah informasi tentang identitas diri. Nama Siti Yanuarti misalnya. Orang yang memiliki nama ini pasti seorang wanita, beragama Islam, orangtuanya mungkin taat beribadah, lahir bulan Januari, dan lainnya. Demikian pula dengan nama Alesandro Lucatelli, Mike Tyson, Jacky Chan, Abdullah bin Idrisi al-Maghribi, dan lainnya. Dalam nama tersebut pasti ada satu dua hal yang menginformasikan jati diri pemiliknya.

Karena itu, pertanyaan retoris dari Juliet: “What’s the meaning in a name? Apalah arti sebuah sebuah nama?”—seperti diungkapkan William Shakespeare dalam novelnya Romeo & Juliet—tidak lagi tepat untuk memberi kesan bahwa nama itu tidak atau kurang penting.

Kenyataannya, nama tidak saja sebagai identitas diri, lebih jauh lagi, nama bisa membentuk rasa percaya diri bahkan konsep diri seseorang. Ada orang yang tidak pede dalam bergaul, minder, atau menyalahkan orangtua mereka karena masalah nama. Mereka merasa kikuk dengan nama yang mereka sandang, walaupun nama tersebut memiliki makna yang baik, hanya karena “sedikit kampungan”. Saat memperkenalkan diri dalam seminar, saat dipanggil dokter di ruang tunggu, saat berkunjung ke rumah calon mertua, saat dipanggil teman di keramaian, biasanya menjadi momentum yang kurang mengenakkan. Bahkan tak jarang, ketika harus menyebutkan nama, biasanya nama tersebut sering disamarkan atau hanya disebutkan nama belakangnya saja (duh pengalaman!).

Biasanya orang seperti ini berasal dari desa atau daerah, yang karena satu dua hal “tersasar” ke kota, entah itu karena kuliah, bekerja, dsb. Ingin rasanya mereka mengganti namanya dengan yang lebih nge-trend dan lebih kosmopolitan. Sayangnya, nama tersebut sudah kadung tertera di ijasah, akta kelahiran, atau sebagai rasa penghormatan kepada orangtua yang telah memberikan nama, sehingga mereka menunda keinginan tersebut.

Menurut pandangan Islam, kita tidak layak menjadi minder, rendah diri, atau malu hanya karena sebuah nama. Kita layak malu kalau kelakuan kita menyebalkan orang lain. Meskipun demikian, Islam menekankan agar pemeluknya memiliki nama-nama yang indah. Rasulullah Saw menganjurkan para orangtua untuk memberikan nama yang baik lagi indah untuk anak-anaknya. Bukankah nama adalah sebuah doa juga ungkapan cinta? Di mana seseorang akan tertantang untuk berperilaku sesuai nama yang dimilikinya.

Dari sini, saya bisa memahami kebingungan si Teteh tadi dalam mencarikan nama yang cocok untuk calon bayinya. Memang, memberi nama anak gampang-gampang susah.

Ada beberapa kriteria dalam kita memberikan nama pada anak. Pertama, nama anak harus memiliki makna yang baik. Baiknya arti sebuah nama bisa disebabkan karena di dalamnya terkandung doa, pujian, dan harapan dari orangtua. Kedua, nama anak harus memiliki nilai bunyi yang manis, ritmis, estetis, merdu, sehingga enak didengar. Ketiga, nama harus mencerminkan aspek kemaskulinan dan kefemininan. Keempat, nama anak hendaknya mencerminkan sesuatu yang monumental. Sebagai cerminan cinta, nama anak bisa merupakan perpaduan antara nama kedua orangtuanya, setting ketika ia dilahirkan, atau peristiwa yang mengesankan.

Intinya, nama yang baik adalah nama yang memancarkan nilai-nilai kehidupan. Ia merupakan paduan harmonis makna yang dalam dan nilai sastra yang tinggi. Ia harus mengandung doa dan harapan suci, menggairahkan semangat juang yang melahirkan kecintaan pada kebenaran, memotivasi pemiliknya menjadi insan berakhlak mulia lagi berilmu.

Bagi yang sudah terlanjur memiliki nama yang kurang indah dan kurang bermakna, jangan bersedih, indahkan dan maknai namamu dengan akhlak mulia. Bagi yang memang namanya sudah indah, maka makin perindah ia dengan akhlak mulia pula. Setuju? ■

My Children's

My Children's